Kamis, 18 November 2010

IMPOSIBEL AKAN TERJADI HUJAN ASAM DI NEGARA TIMOR LESTE


Oleh: David Aleixo Guterres
DENGAN semakin meningkatnya ilmu pengetahun dan teknologi (iptek), semakin tinggi pula aktivitas kegiatan ekonomi manusia, di antaranya dengan semakin pesatnya perkembangan proses industrialisasi dan sistem transportasi. Sebagai konsekuensi logis, maka semakin meningkat pula zat-zat polutan yang dikeluarkan kegiatan industri maupun transportasi tersebut. Tapi negara timor leste belum mempunyai industri-industri yang bisa benimbulkan polusi udara, seperti berita yang kini sedang dipermasalahkan oleh banyak orang termasuk para elit potilik. Memang benar bahwa  dengan keberadaan zat-zat polutan di udara, tentu akan berpengaruh terhadap proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara. Salah satu dampaknya ialah dengan terjadinya hujan asam. Istilah hujan asam pertama kali digunakan Robert Angus Smith pada tahun 1972. Ia menguraikan tentang keadaan di Manchester, sebuah kawasan industri di bagian utara Inggris. Hujan asam ini pada dasarnya merupakan bagian dari peristiwa terjadinya deposisi asam. Deposisi asam terdiri dari dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah. Deposisi kering adalah peristiwa terkenanya benda dan molekul hidup oleh asam yang ada dalam udara.Hal ini bisa terjadi di daerah perkotaan, karena adanya pencemaran udara dari lalu lintas yang padat dan daerah yang langsung terkena udara yang tercemar dari pabrik. Dapat pula terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Deposisi kering biasanya terjadi di tempat dekat sumber pencemaran.Sedangkan deposisi basah ialah turunnya dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asam di dalam udara larut ke dalam butir-butir air di awan. Jika kemudian turun hujan dari awan itu, air hujannya akan bersifat asam. Dalam bahasa Inggris peristiwa ini disebut dengan rain-out. Deposisi basah dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam, sehingga asam itu larut ke bumi. Peristiwa ini disebut wash-out. Menurut saya masalah deposisi asam terjadi di lapisan atmosfer terendah, yaitu di troposfer. Asam yang terkandung didalam deposisi asam ialah asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (NHO3). Keduanya merupakan asam yang sangat kuat. Asam sulfat berasal dari gas SO2 dan asam nitrat, terutama dari gas NOx yang melalui proses fisik dan kimia di udara membentuk keasaman. Proses yang terjadi sangatlah kompleks yang melibatkan proses transportasi dan transformasi. Kontribusi air hujan untuk mengikat zat-zat polutan tersebut membentuk keasaman dalam bentuk senyawa H2SO4 dan HNO3. Dalam konteks ini, dalam ilmu kimia, derajat keasaman diukur dengan pH meter yang menunjukkan kadar ion H+ yang terdapat dalam sebuah larutan yang dinyatakan dalam -log kadar H+. Karena pH menggunakan skala logaritma, tiap skala berarti kelipatan 10. Misalnya, pH 3 adalah 10 kali lebih asam dari pada pH 4 dan 100 kali asam dari pH 5. Sedangkan hujan yang normal, yaitu hujan yang tidak tercemar, mempunyai pH sekira 5,6. Jadi, bersifat agak asam. Hal ini disebabkan gas CO2 didalam air hujan. Asam karbonat itu bersifat asam yang tercemar oleh asam yang kuat, pH air hujan turun dibawah 5,6. Hujan inilah yang merupakan hujan asam.
Polutan yang berperan akan terjadinya hujan asam adalah zat SO2 dan NOx di udara. Sekira 50% SO2 yang ada didalam atmosfer adalah alamiah, antara lain dari letusan gunung berapi dan kebakaran hutan yang alamiah. Tapi di negara timor leste tidak ada gunung berapi dan tidak sering terjadi kebakaran hutan yang sangat dasyat. Sedangkan yang 50% lagi adalah antropogenik, yaitu berasal dari aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan-bahan fosil (BBF) dan peleburan logam. Namun, di negara timor leste belum mempunyai industri dan lalu lintas yang padat, yang dapat menimbulkan SO2 yang antrofogenik makin tinggi. Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur. Di Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2 berasal dari pembangkit listrik batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63%. Emisi terbesar SO2 di dunia adalah pabrik pelebur tembaga dan nikel di Sundbury, Ontario, hanya Kanada yang mengemisikan SO2 632.000 ton/tahun. Adapun pembentukan asam sulfat dalam fase gas oleh emisi SO2 di udara terjadi dengan bantuan radikal hidroksil (OH), sehingga terbentuklah kembali radikal OH. Oleh sebab itu selama masih terdapat NO di atmosfer, dapatlah terbentuk asam sulfat tanpa mengurangi kadar OH. Dengan demikian semakin banyak SO2 makin banyak pula asam sulfat yang terbentuk. Kemudian, seperti halnya SO2, 50% NOx dalam atmosfer adalah alamiah dan 50% antrofogenik. Pembakaran BBF juga merupakan sumber terbesar NOx sehingga di negara dengan industri maju NOx yang antrofogenik lebih besar dari pada yang alamiah. Emisi NOx dalam tahun 1980 diperkirakan sebesar 9,2 juta ton di Eropa, 19,3 juta ton di Amerika Serikat, dan 1,8 juta ton di Kanada. Instalasi pembangkit listrik dan kendaraan bermotor merupakan sumber utama NOx. NOx berasal juga dari aktivitas jasad renik tanah, di mana untuk kehidupannya menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N itu merupakan hasil sampingan dari aktivitas jasad renik tersebut. Pupuk N dalam tanah yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami perombakan kimia fisik dan biologi yang menghasilkan oksida N. Semakin banyak digunakan pupuk N, semakin tinggi pula produksi oksida tersebut. Sebagian dari oksida N tersebut di udara berubah menjadi asam nitrat. Sumber asam nitrat yang lain ialah amonia (NH3). NH3 sebenarnya bersifat basa, tetapi keberadaannya di udara menetralisasi asam dengan pembentukan garam (NH4)2 dan NH4NO3 kemudian dioksidasi menjadi asam nitrat. Sumber utama NH3 ialah pertanian dan peternakan, yaitu pupuk dan kotoran ternak. Untuk emisi yang berasal dari transportasi (pencemaran udara akibat aktivitas transportasi besarnya 33-50% dari pencemaran total pada udara) dengan menggunakan metode pengubah katalik (catalytic converter). Namun, alat ini hanya dapat dipergunakan pada kendaraan dengan bahan bakar minyak (BBM) bensin dan tidak pada mesin diesel. Alat ini pun juga tidak dapat dipergunakan pada bensin yang mengandung timbal (Pb), sehingga tidak dapat dipergunakan di negara yang masih mempergunakan bensin jenis ini, seperti di Indonesia. Pengubah katalik ini dipasang pada knalpot menggunakan campuran platinum dan rhodium sebagai katalisator. Alat ini dapat mengubah CO dan HC menjadi CO2 dan air serta mereduksi NOx menjadi gas nitrogen. Dengan alat ini emisi CO, HC, dan NOx dapat dikurangi sampai dengan 90%. Dengan uraian diatas, maka saya menghimbau kepada masyarakat timor leste  bahwa imposibel akan terjadi hujan asam di timor leste, karena kita belum memiliki industri-industri yang dapat menimbulkan polusi udara dan permasalahan lain yang berhubungan dengan hujan asam. Untuk industri minyak berat yang menurut rencana akan di jadikan pembangkit tenaga listrik di Manatutu untuk mensuplai energi listrik bagi masyarakat timor leste, sebagai kaum intelektual saya minta kepada masyarakat untuk tidak menjadikannya sebagai polemika. Saya pikir sudah saatnya kita harus memaksimalkan sumber daya alam kita yang berlimpah ini demi kepentingan kita bersama. Jika pemerintah dalam hal ini kementrian sumber daya alam dan energi serta kementrian infra-estrutura, sedang berencana  untuk mendirikan  tenaga listrik di Manatutu atau ditempat lainnya, kita harus mendukung, tidak perlu dipolitisasi. Sudah baran tentu bahwa semua yang kita inginkan, selalu ada dampak negatifnya dan kita sudah harus siap untuk mengontrolnya. Kapan kita ingin membangung jika kita selalu memikirkan dampak negatifnya?


Gambar : menunjukkan perkembangan IPTEK terhadap polusi udara





Penulis adalah staf pengajar di Jurusan Kimia UNTL


Bp. Drs. Hiskia Ahmad, Guru besar Kimia dasar ITB Bandung

Bp. Drs. Hiskia Ahmad, Guru besar Kimia dasar ITB Bandung